PEDOMAN TATA LAKSANA PENDADARAN
TUNGGAL HATI SEMINARI – TUNGGAL HATI MARIA
(Pedoman
Nasional THS-THM No 4 Tahun 2004)
BAB I
PENDAHULUAN
- PENGANTAR
Dengan
kasih karunia Tuhan Yesus dan restu Bunda Maria, Organisasi Tunggal Hati
Seminari-Tunggal Hati Maria dalam usaha mencapai tujuan organisasi, telah
berlangsung dengan baik. Meskipun penuh dengan hambatan dan rintangan,
akhirnya upaya membina Iman Katolik sekokoh mungkin bagi seluruh anggota
sekaligus memperdalam imannya dengan memuliakan Tuhan Yesus dan Bunda Maria
sebagai garam dan terang dunia, tetap dapat dipertahankan.
Bukti
bahwa upaya tersebut tetap dapat dipertahankan adalah terselenggaranya Sidang
Nasional III tahun 2003 yang berhasil mewujudkan Ketetapan-ketetapan yang
menjadi dasar rekonsiliasi organisasi.
Oleh
karena itu sebagai salah satu upaya melaksanakan Statuta dan Garis-garis Besar
Program Kerja disusunlah suatu pedoman untuk menyelenggarakan Pendadaran bagi
calon anggota baru, agar organisasi dapat berlangsung dengan sistematis dan
profesional, sebagaimana diharapkan setiap anggota THS-THM. Sesuai dengan
fungsinya Pedoman ini dinamakan PEDOMAN TATA LAKSANA PENDADARAN. Hal ini
mengingat Pendadaran merupakan ajang pemantapan, penggemblengan dan pengkaderan
bagi calon anggota baru sebelum mereka dilantik, perlu diluruskan maknanya, di
dalam teori maupun di lapangan.
2.
PENGERTIAN
Pedoman
Tata Laksana Pendadaran adalah petunjuk pelaksanaan secara terinci dan
sistematis tentang Pendadaran calon anggota baru THS-THM yang disusun sebagai usaha
mempermudah penyelenggaraan kegiatan THS-THM secara profesional
3.
MAKSUD
DAN TUJUAN
Pedoman
Tata Laksana Pendadaran ditetapkan dengan maksud untuk memberikan petunjuk yang
dapat dijadikan pedoman bagi Pelaksanaan Pendadaran calon anggota baru oleh Koordinatorat
Distrik dan Komisariat atau Koordinatorat Ranting yang karena kondisi tertentu
bertugas melaksanakan Pendadaran. Pedoman Tata Laksana Pendadaran ini
juga dapat dijadikan Pedoman bagi Tim Pendadar yang ditugaskan melaksanakan
Pendadaran bagi suatu daerah baru.
4.
LANDASAN
Pedoman
Tata Laksana Pendadaran disusun dengan Statuta sebagai landasan konstitusional,
dan Garis-garis Besar Program Kerja sebagai landasan operasional
5.
SISTEMATIKA
Untuk
mempermudah penggunaan, Pedoman Tata Laksana Pendadaran disusun dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB
I : PENDAHULUAN
BAB
II : DASAR PEMIKIRAN DAN KETENTUAN UMUM
PENDADARAN
BAB
III : TATA LAKSANA PENDADARAN
BAB
IV : PENILAIAN PENDADARAN
BAB
V : PENUTUP
LAMPIRAN
BAB II
DASAR PEMIKIRAN DAN KETENTUAN UMUM PENDADARAN
- DASAR PEMIKIRAN
Dalam rangka menciptakan kondisi suatu organisasi yang
mantap, perlu dipertimbangkan faktor masukan, proses, dan keluaran. Dari
faktor masukan, setiap anggota yang diterima harus melampaui berbagai
persyaratan. Dari faktor proses perlu dibuat suatu sistem agar organisasi
berjalan dengan lancar dalam mencapai tujuannya. Dari faktor keluaran,
perlu penetapan arah dan pengaturan partisipasi anggota terhadap segala sesuatu
di luar organisasi serta penggunaan organisasi bagi kebutuhan masyarakat luas.
Setiap organisasi memiliki sistem pengkaderan yang berusaha
mempersiapkan anggotanya agar dapat melanjutkan langkah dan kebijakan
organisasi. Dapat dikenal berbagai bentuk sistem pengkaderan seperti “saringan
alam”, pengujian formal, pendidikan kaderisasi, dan lain sebagainya.
Dalam organisasi THS-THM dikenal sistem pengkaderan yang
disebut Pendadaran. Sama dengan organisasi lain, pendadaran
dimaksudkan untuk mempersiapkan calon anggota baru THS-TH agar menjadi anggota
yang berpribadi, bermasyarakat, berbangsa dan menggereja.
Pendadaran berasal dari kata serapan Bahasa Jawa, yaitu
“dadar” yang berarti memasak telur dengan bumbu dapur secukupnya. Ibarat
telur, calon anggota baru dipecahkan dari pribadi yang lama, kemudian
dimasukkan ke penggorengan berupa serangkaian proses pemantapan dan diolah
bersama bawang, garam, dan lain-lain berupa masukan yang berharga tentang
THS-THM khususnya dan hakikat kehidupan pada umumnya. Selanjutnya
diangkat dan disajikan menjadi pribadi yang baru (Ef. 4: 22-24). Dengan
awalan “pe” dengan akhiran “an”, kata “dadar” menjadi Pendadaran yang bermaksud
mengolah calon anggota menjadi pribadi yang baru setelah dilepaskan dari
pribadi yang lama dan diberi masukan yang berguna bagi perkembangan diri.
Pendadaran dilaksanakan selama tiga hari tiga malam. Pemilihan waktu ini diasumsikan
bahwa setiap peserta pendadaran diajak mengikuti kisah mulia Tuhan Yesus
Kristus, yang dalam gereja Katolik disebut Trihari Suci (Kamis Putih, Jumat
Agung, Malam Paskah).
Hari pertama adalah Kamis Putih. Saat itu Yesus
mengadakan perjamuan malam terakhir sebelum Ia diserahkan, bersama kedua belas
rasul-Nya. YESUS SANG GEMBALA UTAMA tahu bahwa salah seorang murid-Nya
akan berkhianat, tetapi Ia tetap menebarkan benih kasih persaudaraan di antara
mereka. Dari sini ditarik hakikat bagi peserta, yaitu CINTA
PERSAUDARAAN. Hal tersebut menjadi ciri/warna khas THS-THM.
Setiap anggota harus memiliki mental dan semangat cinta persaudaraan yang
mendalam.
Contoh cinta persaudaraan yang diteladankan Yesus adalah
peristiwa pembasuhan kaki, pelayanan meja altar. Sementara langkah
konkret yang layak dilaksanakan misalnya setiap anggota THS-THM menjadi
putra-putri altar dalam kehidupan sehari-hari, selalu bersikap melayani antara
lain mengambilkan makan dan minum, menyapa lebih dahulu, saling mendahului
untuk menyampaikan salam selamat pagi, selamat malam. Dalam pendadaran
dapat divisualisasikan dengan adegan pendadar mencuci kaki peserta, selain itu
sesama anggota selama pendadaran memberikan salam THS-THM.
Hari kedua adalah Jumat Agung. Setelah pada malamnya
Yesus dikhianati dan ditangkap lalu Yesus pun diadili, disiksa dan
dipermalukan, dipaksa memanggul salib sampai ke puncak bukit Golgota, sehingga
akhirnya wafat dengan penuh sengsara. Yesus sebagai Tuhan mempunyai kuasa
untuk menghentikan siksaan atas diriNya tapi demi dosa manusia Ia tetap tabah
dan tidak menolak siksaan itu. Dari sini muncul hakikat yang kedua bagi
para peserta yaitu TABAH SAMPAI AKHIR. Setiap anggota THS-THM
harus bersikap berani pantang mundur, dengan tabah hati sampai tercapai tujuan
hidupnya. Peserta diajak melalui kedukaan dan penderitaan dalam
pendadaran sehingga diharapkan akan muncul sikap militansi.
Setiap anggota THS-THM diharapkan memiliki semangat
pengorbanan yang tanpa batas dan diterima dengan iklas, penderitaan yang
dilakoni tanpa protes. Contohnya, Yesus membuat mukjizat. Hal yang
perlu mendapatkan penekanan adalah di dalam pengorbanan akan timbul semangat antara
lain semangat rendah hati yang dapat mengalahkan tinggi hati; dan semangat suka
menipu (munafik / kebohongan) dikalahkan dengan semangat jujur. Seperti
Yesus Yang Mahakuasa mengajarkan bahwa cinta bisa mengalahkan dendam.
Kejelekan hati hanya bisa dikalahkan dengan kebaikan dan kemarahan hanya bisa
dikalahkan dengan kelemahlembutan.
Hari ketiga adalah Malam Paskah. Peristiwa ini
merupakan puncak kejayaan iman Kristen. Yesus dengan mulia bangkit dari
antara orang mati. Dengan bangkitnya Yesus maka seluruh umat manusia
dikuduskan dan dibersihkan dari segala dosa. Yesus sebagai terang dunia
menerangi hati setiap manusia yang percaya kepada-Nya. Dari sini setiap
anggota THS-THM diarahkan supaya bersama orang lain saling mengajak bangkit
untuk memberitakan / mewartakan cinta sesama. Ini adalah hakikat yang
ketiga yaitu KEBANGKITAN.
Hal-hal yang perlu ditekankan antara lain keberanian untuk
mewartakan sabda Tuhan, kegembiraan; semangat mengajak orang lain untuk
menerima apa yang dimiliki; mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain
tetapi memiliki semangat merasul; mau bekerja sama dengan orang lain.
Dari sini diharapkan akan muncul semangat bekerja sama dengan orang lain.
Dari sini diharapkan akan muncul semangat selalu ingin menolong, keyakinan diri
karena Tuhan menyertai hidup dalam dirinya, bangkit dalam dirinya. Serta
sebagai langkah konkret setiap anggota THS-THM harus berani mengambil tanggung
jawab, bukan melempar tanggung jawab.
Pendadaran THS-THM memiliki perbedaan dengan sistem
pengkaderan dalam organisasi / perkumpulan lain. Pendadaran memiliki
beberapa ciri yang membuatnya berbeda dengan sistem pengkaderan yang lain.
- TUJUAN
- Tujuan Umum
Penanaman
semangat Tri Hari Suci
Melalui
pendadaran, calon anggota diharapkan :
1.1. Bermotivasi kuat untuk meninggalkan pribadi lama yang buruk dan
menjadi pribadi baru yang baik.
1.2. Memahami seluk beluk / hal-hal umum tentang kerohanian,
kebeladirian, dan keorganisasian dari gerakan kerasulan awam THS-THM.
1.3. Memiliki jiwa patriot bangsa yang berjuang demi negara dan Gereja
Katolik Indonesia.
1.4. Memiliki daya tahan mental dan fisik yang baik sebagai umat Katolik
yang dewasa dalam iman dan perbuatan.
- Tujuan Khusus
Setelah
mengikuti pendadaran, calon anggota diharapkan memiliki pemahaman yang lebih
mantap tentang :
2.1. Motivasi dan visi THS-THM yang murni
2.2. Sejarah berdiri dan perkembangan THS-THM
2.3. Struktur organisasi THS-THM
2.4. Sistematika latihan THS-THM
2.5. Makna dan penerapan Sakramen Katolik
2.6. Mengetahui makna dan sejarah nama orang-orang suci (santo-santa)
pelindung baptis/krisma masing-masing
Selain
itu, calon anggota diharapkan dapat :
2.7. Menyebutkan nama-nama Dewan Pendiri THS-THM dan para pengurus
yang menjabat saat pendadaran dilaksanakan
2.8. Memperagakan dan memimpin praktek latihan rutin sesuai
sistematika latihan THS-THM
2.9. Mengucapkan Janji Prasetya dengan benar dan hafal
2.10. Memimpin kegiatan spiritualitas Katolik
(Pendalaman Iman, Doa Rosario, Jalan Salib, Ibadat Sabda, dan lain-lain)
2.11. Memperagakan gerakan beladiri THS-THM yang
telah dipelajari selama latihan dasar dengan benar (hafal)
2.12. Menyanyikan
Mars dan Yel-yel THS-THM
2.13. Melakukan
Hormat THS-THM dengan benar
- SASARAN
Calon
anggota baru THS-THM yang secara aktif mengikuti latihan rutin di Ranting
masing-masing selama 6 (enam) bulan atau lebih
- BENTUK UMUM KEGIATAN
Adapun
bentuk kegiatan secara umum mengandung unsur- unsur berupa:
- Pemantapan Latihan Fisik
- Pemantapan Latihan Spiritual
- Pemantapan Latihan Organisasi
- Rangkaian Acara Kerohanian
- Rekreasi dan Keakraban
BAB III
TATA LAKSANA PENDADARAN
Untuk mempermudah penyelenggaraan
Pendadaran, Pengurus atau Panitia Pendadaran / Tim Pendadar dapat mengikuti
pedoman berikut :
- PANITIA PENYELENGGARA
1.1. Pengurus di daerah tertentu (Distrik / Komisariat)
1.2. Pengurus
sementara daerah baru (pra-ranting / pra-komisariat / pra-distrik)
- PELAKSANA / PENDADAR
2.1. Pengurus di daerah tertentu secara langsung atau panitianya
2.2. Pelatih untuk
daerah baru
2.3. Tim Pendadar
yang ditugaskan untuk melaksanakan pendadaran di daerah baru
2.4. Undangan dari
ranting / distrik lain.
- PESERTA PENDADARAN
3.1. Calon anggota dari Ranting mandiri yang memenuhi persyaratan
seperti dalam sasaran Pendadaran dan / atau yang memenuhi persyaratan yang
ditentukan oleh Panitia Penyelenggara, Pengurus, atau Pelatih / Pendadar yang
bertugas
3.2. Calon anggota dari Ranting / Distrik lain yang memenuhi
persyaratan seperti di atas
3.3. Calon anggota yang gagal dalam pendadaran sebelumnya yang pernah
diikutinya.
- PENINJAU
Pihak-pihak
yang berkompeten dan pengurus yang ditugaskan untuk mengawasi / meninjau
jalannya pendadaran
- PEMBICARA
Pendadar,
Pengurus, Moderator THS-THM atau orang lain yang hanya membawakan satu /
beberapa materi dalam pendadaran.
- PIHAK YANG BERKEWAJIBAN DAN
BERHAK MENGADAKAN PENDADARAN
1.
Koordinatorat
Distrik melalui panitianya sebagai Penyelenggara sekaligus Pelaksana / Pendadar
2.
Pengurus
sementara ranting baru, yang belum ada Koordinatorat Distrik di Keuskupannya,
sebagai Penyelenggara
3.
Tim
Pendadar yang ditugaskan (oleh Distrik yang menaungi / Koordinatorat Nasional)
terhadap ranting baru di wilayah Keuskupan yang belum ada Koordinatorat
Distrik-nya
4.
Tim
Pelatih (dengan sepengetahuan Distrik yang menaungi / Koordinatorat Nasional)
yang bertugas pada ranting baru di wilayah Keuskupan yang belum ada
Koordinatorat Distrik-nya sebagai Penyelenggara sekaligus Pelaksana / Pendadar
- PROPOSAL PENDADARAN
Proposal
pendadaran meliputi
1.
Jumlah
peserta
2.
Klasifikasi
peserta (usia, pendidikan, jenis kelamin)
3.
Waktu
dan tempat pelaksanaan
4.
Susunan
kepanitiaan
5.
Garis
besar susunan acara
- WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
1. Waktu Pelaksanaan
Pendadaran THS-THM layaknya dilaksanakan selama tiga hari
tiga malam. Hal ini dimaksudkan agar calon anggota dapat meresapi
sengsara Tuhan yang dalam sejarah Gereja Katolik terjadi selama tiga hari tiga
malam, yaitu sejak Yesus makan malam yang terakhir bersama murid-muridNya,
Yesus dikhianati, diadili, dihukum mati, disiksa, wafat, dimakamkan hingga
bangkit dari antara orang mati. Dari sini calon anggota dapat dirangsang
untuk menjadi pribadi yang rela berkorban demi kebenaran, serta berani
menghadapi segala rintangan yang penuh resiko, melalui rangkaian cara
Pendadaran. Pendadaran dapat dilaksanakan dalam liburan sekolah, libur
Natal, atau libur-libur lainnya.
2. Tempat Pelaksanaan
Pendadaran THS-THM idealnya dilaksanakan di lokasi yang
dianggap layak. Hal ini dimaksudkan agar calon anggota baru dapat
meresapi langsung karya agung Tuhan, sambil menempa mental dan fisik.
Namun demikian tidak menutup kemungkinan pendadaran dilaksanakan di lokasi yang
terbatas seperti kompleks sekolah, villa, atau bungalow. Di sini pendadar
harus mengembangkan kreativitas agar situasi semacam itu tidak membosankan,
bahkan menarik bagi peserta. Lokasi pendadaran yang layak adalah tidak
mengganggu dan terganggu oleh keadaan lingkungan sekitarnya.
- GARIS BESAR ACARA PENDADARAN
1.
Acara
Pokok
Acara
pokok adalah acara yang wajib dilaksanakan dalam pendadaran untuk memenuhi
tujuan pendadaran.
Acara
pokok dapat dikembangkan dan dimodifikasi sejauh tidak melanggar tujuan yang
akan dicapai dari acara pokok tersebut.
Acara
pokok terdiri dari 5 (lima) unsur. Dari 4 (empat) unsur yang pertama
dapat dipilih satu atau beberapa alternatif yang sesuai dari masing-masing
unsur; sementara unsur yang kelima mutlak wajib dilaksanakan.
Kelima
unsur acara pokok itu adalah :
1.1.
LATIHAN ROHANI (LATROH)
Acara
pokok pendadaran yang bertujuan memantapkan pribadi peserta dalam bidang
kerohanian
Acara
yang wajib dilaksanakan :
1.
JALAN
SALIB
2.
PENDALAMAN
IMAN
Alternatif
tambahan untuk Latroh ini misalnya :
1.
Doa
Rosario bersama
2.
Doa
Novena bersama
3.
Meditasi
dan sharing
4.
Ceramah
tentang kerohanian
5.
Bibliodrama;
dan
lain-lain.
Latroh
dapat disajikan dalam bentuk paket (Latroh I, Latroh II, dan seterusnya),
disisipkan dalam berbagai acara, atau dijadikan satu acara mandiri.
1.2.
LATIHAN FISIK (LATFIS)
Acara
pokok pendadaran yang bertujuan memantapkan fisik peserta, baik dalam kemampuan
dasar beladiri maupun kesamaptaan jasmani.
Acara
yang wajib dilaksanakan :
1.
PEMANTAPAN
MATERI BELADIRI
2.
PEMBAKUAN
MATERI BELADIRI
Alternatif
acara tambahan untuk Latfis ini misalnya :
1.
Lari
pagi
2.
Long
march / marathon
3.
Tarungan
pilihan;
dan
lain-lain
Latfis
dapat disajikan dalam bentuk paket (Latfis I, Latrfis II, dan seterusnya),
disisipkan dalam berbagai acara, atau dijadikan satu acara mandiri.
1.3.
LATIHAN ORGANISASI (LATGAN)
Acara
pokok pendadaran yang bertujuan memantapkan atau memberikan kemampuan dasar
organisasi bagi peserta.
Acara
yang wajib dilaksanakan :
SESSION
TENTANG SELUK BELUK THS-THM yang merupakan sajian satuan atau terpadu dari
materi :
1.
Motivasi
dan misi
2.
Sejarah
dan perkembangan
3.
Struktur
dan tata organisasi
4.
Kegiatan
/ Program rutin
5.
Sistematika
latihan
6.
Jenjang
dan materi bela diri
Bentuknya
seperti ceramah dan tanya jawab biasa. Agar tidak membosankan dapat
diselingi dengan belajar Mars THS-THM, Yel-yel THS-THM atau permainan
lain. Tiap session diusahakan tidak berdekatan.
Alternatif
acara tambahan untuk Latgan ini, misalnya :
1.
Public Speaking
2.
Penyusunan
program
3.
Diskusi
Kelompok
4.
Ceramah
dan diskusi tentang kepemimpinan
5.
Dinamika
Kelompok
dan lain-lain
Latgan
dapat disajikan dalam bentuk paket (Latgan I, Latrgan II, dan seterusnya), atau
sebagai acara mandiri (tidak disisipkan)
1.4.
LATIHAN MENTAL (LATMEN)
Acara
Pokok Pendadaran yang bertujuan memantapkan mental peserta agar memiliki dasar
pribadi yang kuat.
Acara
yang wajib dilaksanakan
1.
SHARING DAN RENUNGAN MOTIVASI THS-THM
2.
LATIHAN
WAWASAN KEBANGSAAN
Alternatif
acara tambahan untuk Latmen ini, misalnya :
1.
Pemeriksaan
pribadi Peserta tentang :
-
disiplin diri
-
kecintaan terhadap bangsa dan gereja, dan lain-lain
2.
Sosialisasi,
Live in, berada langsung dalam peran masyarakat kumuh, ekonomi
terbelakang.
3.
Dinamika
kelompok dan permainan
4.
Uji
mental, Sosiodrama, dan lain-lain
1.5.
MALAM REFLEKSI (MR)
Acara
Pokok Pendadaran sebagai puncak acara yang bertujuan memberikan kesempatan
kepada Peserta merefleksikan diri untuk meninggalkan pribadi lama yang buruk, dalam
bentuk Penghayatan 7 Sakramen. Malam Refleksi diadakan pada malam hari
terakhir, atau disajikan setiap malam (MR I, MR II, MR III), dan merupakan
acara wajib yang harus dilaksanakan dalam Pendadaran.
Selain
tujuan di atas, Malam Refleksi juga bertujuan untuk menghayati kehidupan Iman
Katolik dalam Sakramen sebagai perwujudan cinta kasih Alah, dan
merefleksikannya terhadap kehidupan sehari-hari.
Malam
Refleksi dapat kita kenal dalam organisasi / perkumpulan lain dengan nama
“jurit malam”. Nama “Penghayatan 7 Sakramen” digunakan bila karena
situasi tidak memungkinkan, Malam Refleksi tidak diadakan pada malam hari.
Pendadar
ditempatkan di Pos-pos yang berjumlah 8 pos. Adapun nama Pos dan tugas
Pendadar di tiap Pos tersebut dapat dilihat uraian berikut ini.
(1)
Pos Pemberangkatan
Pendadar
memberitahukan tugas-tugas yang harus dilaksanakan Peserta, termasuk membagi
kelompok / urutan keberangkatan, membagikan lilin sebagai lambang Terang
Kristus yang harus dijaga nyala apinya sampai pos terakhir, dan memberitahukan
rute perjalanan, serta kode / sandi yang digunakan. Kemudian Pendadar
memberangkatkan Peserta.
Adakalanya,
terutama dalam rute model melingkar, Pos Pemberangkatan berfungsi pula sebagai
Pos Penerimaan.
(2)
Pos I : Sakramen Permandian / Babtis
Pendadar di Pos I ini dan juga
di Pos-pos berikutnya bertugas :
- memberikan
tugas yang diberikan Pos sebelumnya
- melakukan
dialog tentang kerohanian Katolik sekitar hakikat dan penerapan Sakramen di Pos
itu.
- Memberikan
simbolisasi sebagai tanda telah melewati Pos tersebut.
- Memberi
tugas tambahan dan menyalakan lilin bila mati di tengah jalan
- Melakukan
hal-hal lain terhadap Peserta yang telah disepakati dalam Briefing
Pendadar.
Hakikat
Sakramen Permandian :
Jalan
masuk dan pangkal hidup Kristen, “dilahirkan kembali” dan dijadikan putra-putri
Allah; awal kehidupan bersama Allah dan menjadi murid di antara umat
Allah. Roh Kudus datang dan merasuki jiwa serta membawanya ke dalam
kesatuan dengan Kristus. Babtis membuat orang diikutsertakan dalam wafat
dan kebangkitan Kristus. Dengan babtis, jiwa pun dibersihkan dari
dosa asal serta dosa yang telah diperbuatnya.
Simbolisasi
Pos I dapat berupa :
Penyiraman
air di atas kepala atau seluruh tubuh Peserta, dan lain-lain.
(3) Pos II :
Sakramen Tobat / Rekonsiliasi
Pendadar
di Pos II ini, dan juga di pos-pos berikutnya bertugas seperti pada Pos I.
Hakikat
Sakramen Tobat :
Tobat
menyangkut penyesalan yang mendalam atas penolakan seseorang akan kasih Allah,
serta keinginan mendalam untuk memulihkan kembali hubungannya dengan Allah dan
dengan umat beriman. Pengakuan dosa dilakukan di hadapan Imam yang
berwenang, sebagai wakil Allah dan Gereja, yang memberikan absolusi.
Simbolisasi
Pos II dapat berupa :
Mengakukan
kesalahan-kesalahan yang diperbuat terhadap teman, orang tua, guru, di hadapan
teman-teman; mengucapkan janji untuk tidak melakukan kesalahan itu dengan suara
lantang dan tegas; mengucapkan doa tobat “saya mengaku’; dan lain-lain.
(4) Pos III : Sakramen Ekaristi Kudus
Hakikat
Sakramen Ekaristi :
Ekaristi
adalah puncak pengungkapan iman gereja. Dengan Ekaristi, umat merayakan
imannya. Dalam Ekaristi, gereja mengenangkan karya agung Allah (wafat dan
kebangkitan Kristus) serta sekaligus Gereja menempatkan diri dalam arus karya
keselamatan Allah. Dalam Ekaristi, Kristus sungguh hadir dalam rupa roti
dan anggur. Kehadiran nyata Kristus itu menjadi sumber kehidupan
Gereja. Umat berpartisipasi penuh dalam Ekaristi dengan menyambut komuni.
Simbolisasi
Pos III dapat berupa :
Memakan
buah alami seperti wortel, ubi, dan lain-lain, atau meminum air sungai yang
jernih, dan lain-lain.
(5)
Pos IV : Sakramen Krisma / Penguatan
Hakikat
Sakramen Krisma :
Dengan
Krisma orang diangkat dan ditugaskan menjadi saksi Gereja, oleh kekuatan Roh
Kudus. Krisma menjadikan daya ilahi (Roh Kudus) sungguh tampak; serta
menggerakkan dan menyanggupkan orang terlibat aktif-penuh dalam tugas-tugas
gereja. Krisma membuat Roh Kudus menjadi tampak sebagai kekuatan
Gereja. Pemberian Krisma menjadi wewenang khusus Uskup.
Simbolisasi
Pos IV dapat berupa :
Pencorengan
tanah / lumpur pada wajah atau seluruh tubuh Peserta sebagai lambang keberanian
menanggung diri dalam dunia, dan lain-lain.
(6)
Pos V : Sakramen Imamat
Hakikat
Sakramen Imamat :
Dengan
Sakramen Imamat, orang dilantik dan diangkat untuk memimpin umat sebagai
pembantu Uskup. Dengan tahbisan, imam termasuk dalam hirarki
Gereja. Dengan Sakramen Imamat, kuasa Roh Kudus dan anugerah istimewa
diberikan untuk melaksanakan tugasnya menggembalakan umat.
Simbolisasi
Pos V dapat berupa :
Pembuatan
doa pribadi yang ditujukan pada siapa saja dan didoakan pada Pos
terakhir. Mendoakan imam dan uskup dan para rohaniwan Pos V dan Pos VI
seringkali digabungkan.
(7)
Pos VI : Sakramen Perkawinan
Hakikat
Sakramen Perkawinan :
Cinta
antara pria dan wanita mencapai perwujudan yang paling luhur dalam sakramen
perkawinan. Dalam upacara suci ini, suami-isteri menyatakan saling
mengikat dan menyerahkan diri secara bebas, seutuhnya dan untuk seumur hidup,
melalui suatu janji. Perjanjian kedua mempelai menjadi tanda yang
menandakan rahmat. Yang ditandakan adalah perjanjian antara Kristus dan
Gereja-Nya. Hubungan Kristus-Gereja menjadi model hubungan
suami-isteri. Dan Kristus tinggal secara tetap dalam suami-isteri.
Simbolisasi
Pos VI dapat berupa :
Wawancara
pribadi tentang pacar bagi Peserta remaja. Sharing kehidupan Rumah
Tangga bagi Peserta yang berkeluarga, dan lain-lain.
(8)
Pos VII : Sakramen Perminyakan / Pengurapan Orang Sakit
Hakikat
Sakramen Perminyakan :
Gereja,
melalui para Imamnya, mendoakan dan mengurapi orang sakit. Gereja
mengajak orang sakit untuk menyatukan diri dengan sengsara dan wafat Kristus;
serta mempercayakannya kepada Tuhan yang telah sengsara dan dimuliakan.
Sakramen pengurapan memberikan rahmat Roh Kudus. Berkat Sakramen ini
pula, orang memperoleh pengampunan dosa.
Simbolisasi
Pos VII dapat berupa :
Penenangan
diri dengan berbaring di tengah pemakaman / tanah, berbaring sendiri di dalam
ruang tertutup; dan lain-lain.
Di
antara dua pos, misalnya Pos III dan IV dapat ditugaskan beberapa Pendadar
untuk menyergap dan menguji refleks bela diri Peserta, tanpa menunjukkan
identitas atau berdialog.
Di
Pos VII atau Pos Penerimaan, dilakukan doa bersama seperti yang sudah dipersiapkan
Peserta di Pos V.
Peninjau
sebaiknya menegur Pendadar yang memberikan simbolisasi di luar batas yang wajar
atau cenderung bersifat pelecehan baik terhadap Peserta atau Sakramen.
2.
Acara
Penunjang
Acara Penunjang adalah acara dalam Pendadaran yang bersifat
insidentil, selingan, atau informasi guna menunjang Acara Pokok dan rangkaian
Pendadaran secara keseluruhan.
2.1. Acara Penunjang Wajib :
1.
Doa
/ Ibadat pagi, sore, atau malam.
2.
Upacara
pembukaan dan penutupan.
2.2. Acara Penunjang Alternatif :
1.
Rekreasi
keakraban
2.
Misa
Syukur / Ibadat Sabda
2.3
Acara
Penunjang lain yang dapat disajikan dalam aneka bentuk sesuai kreativitas
Pendadar sejauh tidak bertentangan atau mengganggu Acara Pokok
- TATA TERTIB DAN SANKSI
PENDADARAN
1.
Tata
Tertib
1.1. Tata Tertib Peserta
Tata Tertib bagi Peserta dibuat sesuai situasi Pendadaran
dengan mencakup pokok-pokok berikut :
(1) ketaatan mutlak pada
peraturan,
(2) ketertiban selama
Pendadaran,
(3) keaktifan dalam
mengikuti acara, dan
(4) tata krama terhadap
lingkungan.
1.2. Tata Tertib Pendadar
Tata Tertib bagi Pendadar dibuat dan disebarkan secara
intern dengan mencakup pokok-pokok berikut :
(1) Kewibawaan,
(2) pelayanan dan bimbingan terhadap Peserta,
(3) ketertiban sesama Pendadar,
(4) ketertiban penggunaan seragam,
(5) konsekuensi terhadap peraturan yang dibuat,
dan
(6) tata karma
2. Sanksi
2.1. Sanksi Bagi Peserta
Sanksi terhadap peserta dibuat dan
digunakan sesuai tingkat pelanggarannya. Sanksi diberikan dengan urutan
tingkat pelanggaran terendah sampai tertinggi. Sanksi berupa :
(1) hukuman fisik
setempat,
(2) hukuman psikis,
(3) penugasan,
(4) penggagalan
Pendadaran / pemulangan Peserta, dan
(5) pengusulan penolakan
menjadi anggota THS-THM.
Klasifikasi tingkat pelanggaran
disusun sesuai situasi Pendadaran
2.2. Sanksi Bagi Pendadar
Sanksi terhadap Pendadar dibuat dan digunakan secara intern,
kecuali dapat bersifat mendidik bagi Peserta.
Sanksi berupa :
(1) hukuman fisik setempat
(2) pembebasan tugas, dan
(3) pengusulan tindakan tertentu dari Pengurus
yang berwenang
Sanksi ditetapkan oleh Ketua Pendadar atau melalui Sidang
Tim Pendadar
BAB IV
PENILAIAN DAN EVALUASI PENDADARAN
Pedoman
Penilaian Pendadaran dibuat dengan maksud untuk mengukur sejauh mana taraf
keberhasilan Peserta dalam Pendadaran ditinjau dari aspek Mental – Spiritual,
Fisik, dan Organisasi, serta untuk menunjukkan bukti tertulis keikutsertaan
Peserta.
Pedoman
yang dibuat ini hanya berupa garis besar, yang tentu dapat dikembangkan dan
disesuaikan dengan situasi daerah masing-masing. Namun demikian, dalam
bentuk apapun Penilaian Pendadaran tetap harus dilaksanakan agar Peserta dapat
mengetahui seberapa jauh secara kuantitatif keberhasilannya dalam menempuh
Pendadaran.
Pada
akhir acara Pendadaran, Peserta memberikan Evaluasi Pendadaran, baik ditujukan
pada Pendadar / Penyelenggara, Materi Acara, atau Sarana Pendadaran.
Evaluasi berupa Refleksi yang disampaikan secara lisan atau tertulis.
Setelah Peserta memberikan Evaluasi, Pendadar menyimpulkan Evaluasi secara
reflektif, dan meluruskan permasalahan yang terjadi akibat sesuatu hal yang
terjadi dalam pendadaran.
Refleksi
Peserta dalam bentuk tertulis dapat dilihat pada contoh Lembar Refleksi yang
terdapat dalam Lampiran.
- ASPEK PENILAIAN (Nilai 4 s.d.
9)
1.1
Bidang
Mental-Spiritual
1) Kreativitas
2) Ketahanan Mental / Keberanian
3) Semangat dan Antusiasme
4) Sikap dan Perilaku
5) Kedisiplinan
6) Perkembangan Motivasi
7) Pengetahuan Umum Rohani Katolik
1.2
Bidang
Olah Fisik / Kebeladirian
1) Kesamaptaan Jasmani
2) Penguasaan Materi Dasar
3) Refleks Beladiri
4) Keluwesan dan Keindahan Gerak
1.3
Bidang
Organisasi
1)
Pemahaman
THS-THM
2)
Public
Speaking
3)
Kepemimpinan
dan Inisiatif
4)
Tanggung
Jawab
5)
Kerja
Sama Kelompok
- KRITERIA PENILAIAN
2.1
Bidang
Mental-Spiritual
1) Kreativitas
Peserta mampu mengembangkan ide dan imajinasinya, serta
menerapkan dalam perilaku
2) Ketahanan Mental / Keberanian
Peserta berani mengungkapkan pendapat maupun dalam
bertindak, dan melaksanakan perintah; atau selalu siap menanggung resiko dan
hukuman yang diberikan.
3) Semangat dan Antusiasme
Peserta bertindak dan bersikap dengan semangat tinggi, penuh
perhatian dan kepedulian
4) Sikap dan Perilaku
Peserta bersikap sopan dan penuh tata krama pada setiap
orang serta selalu menjaga ketertiban diri dan suasana Pendadaran
5) Kedisiplinan
Peserta mentaati setiap peraturan yang berlaku
6) Perkembangan Motivasi
Dalam Lembar Refleksi, Peserta tampak mengalami perkembangan
motivasi dan merasa mendapat nilai tambah dari Pendadaran
7) Pengetahuan Umum Rohani Katolik
Peserta mampu menjawab pertanyaan yang diajukan sekitar
kerohanian Katolik dan mampu menunjukkan pemahaman dengan menjelaskannya dengan
baik.
2.2
Bidang
Olah Fisik / Kebeladirian
1) Kesamaptaan Jasmani
Peserta memiliki kondisi dan daya tahan tubuh yang baik
2) Penguasaan Materi Dasar
Peserta mampu melakukan gerakan dari materi dasar yang telah
dipelajari dengan benar dan mantap
3) Refleks Beladiri
Peserta memiliki refleks gerak serang bela sesuai kaidah
beladiri pencak silat dengan baik
4) Keluwesan dan Keindahan Gerak
Peserta melakukan setiap gerakan dengan ciri pencak silat
yang khas, luwes dan indah.
2.3
Bidang
Organisasi
1)
Pemahaman
THS-THM
Peserta memahami seluk-beluk THS-THM yang didapatkannya
selama latihan dari Pelatih
2)
Public
Speaking
Peserta mampu berbicara dan mengungkapkan ide di depan umum
dengan baik.
3)
Kepemimpinan
dan Inisiatif
Peserta mampu memimpin teman-temannya dalam suatu kesempatan
yang diberikan oleh Pendadar, atau atas inisiatif sendiri.
4)
Tanggung
Jawab
Peserta mampu mempertanggungjawabkan tugas yang dipercayakan
atau tindakan yang dilakukannya
5)
Kerja
Sama Kelompok
Peserta mampu bekerja sama dalam kelompok dengan baik
Setiap aspek dinilai dengan point huruf A, B, C, D,
dan E. Adapun kriteria penilaian adalah
A = Memuaskan
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang
E = Gagal / Gugur
- PROSES PENILAIAN
Penilaian dilaksanakan secara harian, kecuali beberapa aspek
yang dinilai secara insidentil, seperti :
3.1
Perkembangan
Motivasi, dinilai melalui Lembar Refleksi
3.2 Pengetahuan Umum Rohani Katolik,
dinilai melalui Malam Refleksi
3.3 Penguasaan Materi Dasar, dinilai
pada Latfis
3.4 Keluwesan dan Keindahan Gerak,
dinilai pada Latfis
3.5 Pemahaman THS-THM, dinilai melalui session
tentang THS-THM
Pendadar mengamati dan menilai Peserta setiap hari.
Pada acara terakhir Pendadar mengadakan sidang untuk menentukan keberhasilan
Peserta mengikuti Pendadaran
BAB V
PENUTUP
Pendadaran
merupakan suatu proses untuk memantapkan calon anggota baru dalam rangka
mempersiapkan pribadi mereka menjadi anggota THS-THM yang mampu memenuhi
harapan organisasi khususnya dan harapan bangsa dan Gereja Indonesia umumnya.
Organisasi
yang baik akan selalu melakukan pembenahan di setiap bidang. Pembenahan
dilaksanakan sedikit demi sedikit secara serentak. Pembenahan tersebut
baru dapat terwujud bila terdapat peran aktif anggota, sikap mental, motivasi,
semangat yang baik, serta ketaatan, kedisiplinan para pimpinan organisasi dan
seluruh anggota.
Pedoman
Tata Laksana Pendadaran ini hanya merupakan salah satu usaha Pembenahan
Organisasi. Maka seluruh Distrik THS-THM sebaiknya menggunakan Pedoman
ini dengan konsisten dan penuh kesadaran akan pentingnya pembakuan pelaksanaan
Pendadaran.
Akhir
kata, karya ini patut kita persembahkan ke hadapan Allah Bapa di Surga, yang
bersama Putera-Nya Yesus Kristus dan perlindungan Bunda Maria, dimuliakan
sepanjang masa. Semoga Tuhan yang memulai karya baik ini berkenan
menyelesaikannya pula.
BEBERAPA PETUNJUK PRAKTIS
Dalam
praktek di lapangan banyak pertanyaan yang muncul dan harus mendapat jawaban
yang tegas. Untuk itu kita perlu mengingat beberapa hal pokok yang menjadi
acuan sebuah pendadaran:
- Pendadaran semacam inisiasi,
pemantapan dan sekaligus proses untuk melakukan sebuah pembaharuan. Tapi
tentu saja harus diingat bahwa proses ini tidak pernah seketika atau
sekali jadi. Belum pernah terjadi seorang yang nakal hanya ikut pendadaran
3 hari besoknya langsung jadi anak baik, namun setidaknya pendadaran
dengan sadar kita letakkan sebagai salah satu tonggak dalam pertumbuhan
kepribadian, sosial dan iman peserta dan juga pendadar.
- Tujuan THS-THM mengajarkan
silat sebagai sarana kerasulan, salah satunya, adalah menciptakan orang
yang tangkas, trampil dan SEHAT secara jasmani dan rohani. Ini sangat
penting untuk diingat karena banyak kasus, peserta malah sakit (atau
cedera) sesudah mengikuti pendadaran entah karena perlakuan yang tidak
manusiawi maupun karena makanan yang tidak higienis! Atau sesudah
pendadaran tidak aktif lagi karena ‘kapok’ akan perlakuan yang
‘keterlaluan’ dan di luar batas kesanggupan peserta.
- Menjadi teladan dan pelayan.
Prinsip ini banyak ditinggalkan oleh Pendadar yang banyak memposisikan
diri sebagai algojo yang mengeksekusi penjahat.
- Kendati peserta diminta untuk
taat dan patuh selama pendadaran bukan berarti pendadar bersifat
sewenang-wenang. Pendadar harus bisa memberikan didikan yang mendidik,
cerdas dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akal sehat.
Baiklah
kita masuk pada hal-hal praktis yang banyak terjadi di lapangan
- Bolehkah pendadar seenaknya
memukul / menampar / menendang peserta / calon anggota? TIDAK BOLEH.
Bagaimanapun juga kita harus menjaga dan menghormati mereka sebagai
manusia yang harus diperlakukan dengan manusiawi—yang telah dipercayakan
oleh sekolah atau orang tuanya untuk kita didik. Tidak boleh ada serangan
fisik, kecuali dalam proses tarungan/fighting (lihat bagian fighting),
itupun dengan banyak persyaratan. Dan model pendidikan macam apa yang kita
kembangan yang penuh dengan tamparan, pukulan, dan sejenisnya.
- Fighting. Pendadar yang adalah
senior HARUS banyak MENGENDALIKAN DIRI dalam fighting, tidak boleh memukul
/ menendang TERLALU keras pada peserta. Fighting dilakukan dalam posisi
peserta siap untuk bertarung, kecuali penyergapan untuk menguji refleks.
Bahkan lebih baik jika pukulan tidak lebih berupa ‘tepukan’ tangan atau
‘tempelan’ kaki saja yg dilakukan secara cepat untuk tendangan. Karena
pendadar yang pasti lebih lama latihan bukanlah lawan yang seimbang bagi
peserta / calon anggota yang baru belajar beberapa bulan. Apalagi jika
sampai terjadi kasus patah tulang atau gigi rontok yang dilakukan oleh
pendadar, ini merupakan kesalahan berat dan harus mendapat hukuman yang
tidak ringan!
- Bentakan. Bentakan hanya
diperbolehkan dalam suasana dan kasus tertentu, dengan volume dan tekanan
yang diatur (tidak terlalu tinggi) dan sesuai dengan acara (harus punya
ritme dan skala tekanan ketegangan dalam setiap acara). Sebab pendidikan
pribadi dengan bentakan, pukulan dan tendangan sesunguhnya adalah
pendidikan yang ‘buruk’ dan menunjukkan kegagalan pendidik; sampai-sampai
seorang manusia harus dibentak / dipukul untuk melakukan sesuatu. Bukan
berarti tidak tegas. Ketegasan juga dapat dilakukan tanpa mesti banyak
membentak, tapi dengan memberi kesadaran dan pengertian pada peserta!
- Makanan dan minuman. Hal ini
juga penting untuk diperhatikan yaitu prinsip higienitas dan kesehatan.
Banyak kasus peserta menjadi pingsan karena dehidrasi atau kekurangan
cairan tubuh/minuman. Atau makanan yang diberikan di atas tanah/lumpur dan
peserta diminta memakannya; sebuah perlakuan yang pendadarpun tidak mau
memberi contoh! Kita harus selalu bertanya, apakah dengan cara demikian
akan membuat peserta menjadi sakit? Sterilkah dari kuman? Sudahkah matang?
Apakah peserta perlu banyak makanan (bila perlu minum susu) hingga bisa
mengikuti semua acara dengan baik? Atau sengaja kita buat lemah/lapar
dengan konsekuensi gerakan fisiknya menjadi tidak maksimal –maka
penilaianpun harus adil!.
- Keteladanan. Prinsip ini banyak
ditinggalkan oleh pendadar yang berubah fungsi menjadi algojo. Pendadaran
bukan hanya sebuah proses yang dijalani bagi peserta tapi juga BAGI
PENDADARNYA. Maka arti dari melayani, memberi teladan HARUS DIJALANKAN dan
dengan jelas ditunjukkan kepada peserta dengan cara misalnya ikut
melakukan apa yang diperintahkan, kalau lari (push up) ya ikut lari atau
push up...bukan malah bersantai. Bahkan jika pererta mendapat hukuman,
hukuman itu dilakukan bersama-sama oleh pendadar dengan perserta. Tidak pernah
boleh ada perintah tanpa lebih dulu diberi contoh atau langsung dipimpin
oleh pendadar!
- Dinamika kelompok. Sangat
dianjurkan untuk memperbanyak model dinamika kelompok atau permainan
bersama untuk penanaman nilai. Misalnya pentingnya solidaritas atau peduli
pada teman dapat diberikan dengan cara memberi minum satu botol aqua pada
satu kelompok 10 orang yang sedang kehausan. Tentu saja mereka yang
kehausan biasanya egois dan melupakan teman-temannya, hingga yang lain
tidak kebagian. Nah dari sini bisa ditanamkan pentingnya nilai
kebersamaan, solidaritas, dan lain-lain. Selanjutnya mereka yang
menghabiskan minum harus melayani teman-temannya minum hingga puas/cukup
setelah itu baru dia boleh minum. Contoh kecil ini menunjukkan proses
penanaman nilai tanpa mengabaikan hak asasi manusia dan juga faktor
kesehatan!. Atau dengan model permainan (role play) yang banyak dipakai
dalam outbond management training untuk membentuk tim, kerjasama,
komunikasi, dll. Metode ini lebih bermanfaat, konstruktif, dan menyenangkan
bagi peserta serta dapat dipertanggungjawabkan dengan ilmiah ketimbang
metode ‘kekerasan’ yang kita cari-cari pembenarannya.
- Tata tertib pendadar. Ini juga
penting dan banyak terabaikan selama ini. Misalnya menyangkut merokok
harus melepas baju seragam, tidak membuat acara sendiri yang menganggu
konsentrasi peserta, ribut, tidak displin pada waktu/aturan, keluar masuk
lokasi seenaknya, minum-minuman keras, dan lain-lain. Semua pendadar
(senior) harus mematuhi peraturan ini!
- Penghargaan HAM. Termasuk di
dalamnya pelecehan seksual misalnya dengan dengan sengaja menyentuh
bagian-bagian tertentu tubuh peserta, ucapan / makian / penyebutan /
penamaan yang merendahkan martabatnya sebagai manusia : misalnya ‘anjing’,
binatang, ’bangsat’ dan lain-lain. Ataupun segala macam penghinaan yang
dapat melukai harga diri peserta pendadaran…
- Posisi Pendadar. Pendadar
sebaiknya memposisikan dirinya sebagai orang yang bersama-sama dengan
peserta lainnya untuk membantu menuju perkembangan pribadi, rohani lebih
baik lagi. Bukan sebagai algojo, bukan juga sebagai orang yang serba tahu
atau yang sudah / paling baik pribadi / rohaninya. Tapi bersama-sama
berproses dan dengan rendah hati melakukan pelayananan dengan penuh kasih
tanpa kehilangan ketegasannya.