Senin, 19 Mei 2014

PEDOMAN TATA LAKSANA PENDADARAN TUNGGAL HATI SEMINARI – TUNGGAL HATI MARIA

PEDOMAN TATA LAKSANA PENDADARAN
TUNGGAL HATI SEMINARI – TUNGGAL HATI MARIA
(Pedoman Nasional THS-THM No 4 Tahun 2004)

BAB I
PENDAHULUAN

  1. PENGANTAR
Dengan kasih karunia Tuhan Yesus dan restu Bunda Maria, Organisasi Tunggal Hati Seminari-Tunggal Hati Maria dalam usaha mencapai tujuan organisasi, telah berlangsung dengan baik.  Meskipun penuh dengan hambatan dan rintangan, akhirnya upaya membina Iman Katolik sekokoh mungkin bagi seluruh anggota sekaligus memperdalam imannya dengan memuliakan Tuhan Yesus dan Bunda Maria sebagai garam dan terang dunia, tetap dapat dipertahankan.     
Bukti bahwa upaya tersebut tetap dapat dipertahankan adalah terselenggaranya Sidang Nasional III tahun 2003 yang berhasil mewujudkan Ketetapan-ketetapan yang menjadi dasar rekonsiliasi organisasi.
Oleh karena itu sebagai salah satu upaya melaksanakan Statuta dan Garis-garis Besar Program Kerja disusunlah suatu pedoman untuk menyelenggarakan Pendadaran bagi calon anggota baru, agar organisasi dapat berlangsung dengan sistematis dan profesional, sebagaimana diharapkan setiap anggota THS-THM.  Sesuai dengan fungsinya Pedoman ini dinamakan PEDOMAN TATA LAKSANA PENDADARAN.  Hal ini mengingat Pendadaran merupakan ajang pemantapan, penggemblengan dan pengkaderan bagi calon anggota baru sebelum mereka dilantik, perlu diluruskan maknanya, di dalam teori maupun di lapangan.

2.      PENGERTIAN 
Pedoman Tata Laksana Pendadaran adalah petunjuk pelaksanaan secara terinci dan sistematis tentang Pendadaran calon anggota baru THS-THM yang disusun sebagai usaha mempermudah penyelenggaraan kegiatan THS-THM secara profesional

3.      MAKSUD DAN TUJUAN
Pedoman Tata Laksana Pendadaran ditetapkan dengan maksud untuk memberikan petunjuk yang dapat dijadikan pedoman bagi Pelaksanaan Pendadaran calon anggota baru oleh Koordinatorat Distrik dan Komisariat atau Koordinatorat Ranting yang karena kondisi tertentu bertugas melaksanakan Pendadaran.  Pedoman Tata Laksana Pendadaran ini juga dapat dijadikan Pedoman bagi Tim Pendadar yang ditugaskan melaksanakan Pendadaran bagi suatu daerah baru.

4.      LANDASAN
Pedoman Tata Laksana Pendadaran disusun dengan Statuta sebagai landasan konstitusional, dan Garis-garis Besar Program Kerja sebagai landasan operasional

5.      SISTEMATIKA
Untuk mempermudah penggunaan, Pedoman Tata Laksana Pendadaran disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I    :     PENDAHULUAN
BAB II   :     DASAR PEMIKIRAN DAN KETENTUAN UMUM PENDADARAN
BAB III  :     TATA LAKSANA PENDADARAN
BAB IV :     PENILAIAN PENDADARAN
BAB V  :     PENUTUP
LAMPIRAN
  





BAB II
DASAR PEMIKIRAN DAN KETENTUAN UMUM PENDADARAN

  1. DASAR PEMIKIRAN
Dalam rangka menciptakan kondisi suatu organisasi yang mantap, perlu dipertimbangkan faktor masukan, proses, dan keluaran.  Dari faktor masukan, setiap anggota yang diterima harus melampaui berbagai persyaratan.  Dari faktor proses perlu dibuat suatu sistem agar organisasi berjalan dengan lancar dalam mencapai tujuannya.  Dari faktor keluaran, perlu penetapan arah dan pengaturan partisipasi anggota terhadap segala sesuatu di luar organisasi serta penggunaan organisasi bagi kebutuhan masyarakat luas.
Setiap organisasi memiliki sistem pengkaderan yang berusaha mempersiapkan anggotanya agar dapat melanjutkan langkah dan kebijakan organisasi.  Dapat dikenal berbagai bentuk sistem pengkaderan seperti “saringan alam”, pengujian formal, pendidikan kaderisasi, dan lain sebagainya. 
Dalam organisasi THS-THM dikenal sistem pengkaderan yang disebut Pendadaran.  Sama dengan organisasi lain, pendadaran dimaksudkan untuk mempersiapkan calon anggota baru THS-TH agar menjadi anggota yang berpribadi, bermasyarakat, berbangsa dan menggereja.
Pendadaran berasal dari kata serapan Bahasa Jawa, yaitu “dadar” yang berarti memasak telur dengan bumbu dapur secukupnya.  Ibarat telur, calon anggota baru dipecahkan dari pribadi yang lama, kemudian dimasukkan ke penggorengan berupa serangkaian proses pemantapan dan diolah bersama bawang, garam, dan lain-lain berupa masukan yang berharga tentang THS-THM khususnya dan hakikat kehidupan pada umumnya.  Selanjutnya diangkat dan disajikan menjadi pribadi yang baru (Ef. 4: 22-24).  Dengan awalan “pe” dengan akhiran “an”, kata “dadar” menjadi Pendadaran yang bermaksud mengolah calon anggota menjadi pribadi yang baru setelah dilepaskan dari pribadi yang lama dan diberi masukan yang berguna bagi perkembangan diri.
Pendadaran dilaksanakan selama tiga hari tiga  malam.  Pemilihan waktu ini diasumsikan bahwa setiap peserta pendadaran diajak mengikuti kisah mulia Tuhan Yesus Kristus, yang dalam gereja Katolik disebut Trihari Suci (Kamis Putih, Jumat Agung, Malam Paskah).
Hari pertama adalah Kamis Putih.  Saat itu Yesus mengadakan perjamuan malam terakhir sebelum Ia diserahkan, bersama kedua belas rasul-Nya.  YESUS SANG GEMBALA UTAMA tahu bahwa salah seorang murid-Nya akan berkhianat, tetapi Ia tetap menebarkan benih kasih persaudaraan di antara mereka.  Dari sini ditarik hakikat bagi peserta, yaitu CINTA PERSAUDARAAN.  Hal tersebut menjadi ciri/warna khas THS-THM.  Setiap anggota harus memiliki mental dan semangat cinta persaudaraan yang mendalam.
Contoh cinta persaudaraan yang diteladankan Yesus adalah peristiwa pembasuhan kaki, pelayanan meja altar.  Sementara langkah konkret yang layak dilaksanakan misalnya setiap anggota THS-THM menjadi putra-putri altar dalam kehidupan sehari-hari, selalu bersikap melayani antara lain mengambilkan makan dan minum, menyapa lebih dahulu, saling mendahului untuk menyampaikan salam selamat pagi, selamat malam.  Dalam pendadaran dapat divisualisasikan dengan adegan pendadar mencuci kaki peserta, selain itu sesama anggota selama pendadaran memberikan salam THS-THM.
Hari kedua adalah Jumat Agung.  Setelah pada malamnya Yesus dikhianati dan ditangkap lalu Yesus pun diadili, disiksa dan dipermalukan, dipaksa memanggul salib sampai ke puncak bukit Golgota, sehingga akhirnya wafat dengan penuh sengsara.  Yesus sebagai Tuhan mempunyai kuasa untuk menghentikan siksaan atas diriNya tapi demi dosa manusia Ia tetap tabah dan tidak menolak siksaan itu.  Dari sini muncul hakikat yang kedua bagi para peserta yaitu TABAH SAMPAI AKHIR.  Setiap anggota THS-THM harus bersikap berani pantang mundur, dengan tabah hati sampai tercapai tujuan hidupnya.  Peserta diajak melalui kedukaan dan penderitaan dalam pendadaran sehingga diharapkan akan muncul sikap militansi.
Setiap anggota THS-THM diharapkan memiliki semangat pengorbanan yang tanpa batas dan diterima dengan iklas, penderitaan yang dilakoni tanpa protes.  Contohnya, Yesus membuat mukjizat.  Hal yang perlu mendapatkan penekanan adalah di dalam pengorbanan akan timbul semangat antara lain semangat rendah hati yang dapat mengalahkan tinggi hati; dan semangat suka menipu (munafik / kebohongan) dikalahkan dengan semangat jujur.  Seperti Yesus Yang Mahakuasa mengajarkan bahwa cinta bisa mengalahkan dendam.  Kejelekan hati hanya bisa dikalahkan dengan kebaikan dan kemarahan hanya bisa dikalahkan dengan kelemahlembutan.
Hari ketiga adalah Malam Paskah.  Peristiwa ini merupakan puncak kejayaan iman Kristen.  Yesus dengan mulia bangkit dari antara orang mati.  Dengan bangkitnya Yesus maka seluruh umat manusia dikuduskan dan dibersihkan dari segala dosa.  Yesus sebagai terang dunia menerangi hati setiap manusia yang percaya kepada-Nya.  Dari sini setiap anggota THS-THM diarahkan supaya bersama orang lain saling mengajak bangkit untuk memberitakan / mewartakan cinta sesama.  Ini adalah hakikat yang ketiga yaitu KEBANGKITAN.
Hal-hal yang perlu ditekankan antara lain keberanian untuk mewartakan sabda Tuhan, kegembiraan; semangat mengajak orang lain untuk menerima apa yang dimiliki; mandiri dan tidak tergantung kepada orang lain tetapi memiliki semangat merasul; mau bekerja sama dengan orang lain.  Dari sini diharapkan akan muncul semangat bekerja sama dengan orang lain.  Dari sini diharapkan akan muncul semangat selalu ingin menolong, keyakinan diri karena Tuhan menyertai hidup dalam dirinya, bangkit dalam dirinya.  Serta sebagai langkah konkret setiap anggota THS-THM harus berani mengambil tanggung jawab, bukan melempar tanggung jawab.
Pendadaran THS-THM memiliki perbedaan dengan sistem pengkaderan dalam organisasi / perkumpulan lain.  Pendadaran memiliki beberapa ciri yang membuatnya berbeda dengan sistem pengkaderan yang lain.

  1. TUJUAN

    1. Tujuan Umum
Penanaman semangat Tri Hari Suci
Melalui pendadaran, calon anggota diharapkan :
 1.1. Bermotivasi kuat untuk meninggalkan pribadi lama yang buruk dan menjadi pribadi baru yang baik.
 1.2. Memahami seluk beluk / hal-hal umum tentang kerohanian, kebeladirian, dan keorganisasian dari gerakan kerasulan awam THS-THM.
 1.3. Memiliki jiwa patriot bangsa yang berjuang demi negara dan Gereja Katolik Indonesia.
 1.4. Memiliki daya tahan mental dan fisik yang baik sebagai umat Katolik yang dewasa dalam iman dan perbuatan. 
  1. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pendadaran, calon anggota diharapkan memiliki pemahaman yang lebih mantap tentang :
 2.1. Motivasi dan visi THS-THM yang murni
 2.2. Sejarah berdiri dan perkembangan THS-THM
 2.3. Struktur organisasi THS-THM
 2.4. Sistematika latihan THS-THM
 2.5. Makna dan penerapan Sakramen Katolik
 2.6. Mengetahui makna dan sejarah nama orang-orang suci (santo-santa) pelindung baptis/krisma masing-masing
 Selain itu, calon anggota diharapkan dapat :
 2.7.     Menyebutkan nama-nama Dewan Pendiri THS-THM dan para pengurus yang menjabat saat pendadaran dilaksanakan
 2.8.     Memperagakan dan memimpin praktek latihan rutin sesuai sistematika latihan THS-THM
 2.9.     Mengucapkan Janji Prasetya dengan benar dan hafal
 2.10.   Memimpin kegiatan spiritualitas Katolik (Pendalaman Iman, Doa Rosario, Jalan Salib, Ibadat Sabda, dan lain-lain)
 2.11.   Memperagakan gerakan beladiri THS-THM yang telah dipelajari selama latihan dasar dengan benar (hafal)
 2.12.   Menyanyikan Mars dan Yel-yel THS-THM
 2.13.   Melakukan Hormat THS-THM dengan benar

  1. SASARAN
Calon anggota baru THS-THM yang secara aktif mengikuti latihan rutin di Ranting masing-masing selama 6 (enam) bulan atau lebih

  1. BENTUK UMUM KEGIATAN
Adapun bentuk kegiatan secara umum mengandung unsur- unsur berupa:
    1. Pemantapan Latihan Fisik
    2. Pemantapan Latihan Spiritual
    3. Pemantapan Latihan Organisasi
    4. Rangkaian Acara Kerohanian
    5. Rekreasi dan Keakraban




BAB III
TATA LAKSANA PENDADARAN

Untuk mempermudah penyelenggaraan Pendadaran, Pengurus atau Panitia Pendadaran / Tim Pendadar dapat mengikuti pedoman berikut :

  1. PANITIA PENYELENGGARA
 1.1.   Pengurus di daerah tertentu (Distrik / Komisariat)
1.2.    Pengurus sementara daerah baru (pra-ranting / pra-komisariat / pra-distrik)

  1. PELAKSANA / PENDADAR
 2.1.   Pengurus di daerah tertentu secara langsung atau panitianya
2.2.    Pelatih untuk daerah baru
2.3.    Tim Pendadar yang ditugaskan untuk melaksanakan pendadaran di daerah baru
2.4.    Undangan dari ranting / distrik lain.

  1. PESERTA PENDADARAN
3.1.    Calon anggota dari Ranting mandiri yang memenuhi persyaratan seperti dalam sasaran Pendadaran dan / atau yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Panitia Penyelenggara, Pengurus, atau Pelatih / Pendadar yang bertugas
3.2.    Calon anggota dari Ranting / Distrik lain yang memenuhi persyaratan seperti di atas
3.3.    Calon anggota yang gagal dalam pendadaran sebelumnya yang pernah diikutinya.



  1. PENINJAU
Pihak-pihak yang berkompeten dan pengurus yang ditugaskan untuk mengawasi / meninjau jalannya pendadaran

  1. PEMBICARA
Pendadar, Pengurus, Moderator THS-THM atau orang lain yang hanya membawakan satu / beberapa materi dalam pendadaran.

  1. PIHAK YANG BERKEWAJIBAN DAN BERHAK MENGADAKAN PENDADARAN
1.      Koordinatorat Distrik melalui panitianya sebagai Penyelenggara sekaligus Pelaksana / Pendadar
2.      Pengurus sementara ranting baru, yang belum ada Koordinatorat Distrik di Keuskupannya, sebagai Penyelenggara
3.      Tim Pendadar yang ditugaskan (oleh Distrik yang menaungi / Koordinatorat Nasional) terhadap ranting baru di wilayah Keuskupan yang belum ada Koordinatorat Distrik-nya
4.      Tim Pelatih (dengan sepengetahuan Distrik yang menaungi / Koordinatorat Nasional) yang bertugas pada ranting baru di wilayah Keuskupan yang belum ada Koordinatorat Distrik-nya sebagai Penyelenggara sekaligus Pelaksana / Pendadar

  1. PROPOSAL PENDADARAN
Proposal pendadaran meliputi
1.      Jumlah peserta
2.      Klasifikasi peserta (usia, pendidikan, jenis kelamin)
3.      Waktu dan tempat pelaksanaan
4.      Susunan kepanitiaan
5.      Garis besar susunan acara




  1. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
1.      Waktu Pelaksanaan 
Pendadaran THS-THM layaknya dilaksanakan selama tiga hari tiga malam.  Hal ini dimaksudkan agar calon anggota dapat meresapi sengsara Tuhan yang dalam sejarah Gereja Katolik terjadi selama tiga hari tiga malam, yaitu sejak Yesus makan malam yang terakhir bersama murid-muridNya, Yesus dikhianati, diadili, dihukum mati, disiksa, wafat, dimakamkan hingga bangkit dari antara orang mati.  Dari sini calon anggota dapat dirangsang untuk menjadi pribadi yang rela berkorban demi kebenaran, serta berani menghadapi segala rintangan yang penuh resiko, melalui rangkaian cara Pendadaran.  Pendadaran dapat dilaksanakan dalam liburan sekolah, libur Natal, atau libur-libur lainnya.

2.      Tempat Pelaksanaan
Pendadaran THS-THM idealnya dilaksanakan di lokasi yang dianggap layak.  Hal ini dimaksudkan agar calon anggota baru dapat meresapi langsung karya agung Tuhan, sambil menempa mental dan fisik.  Namun demikian tidak menutup kemungkinan pendadaran dilaksanakan di lokasi yang terbatas seperti kompleks sekolah, villa, atau bungalow.  Di sini pendadar harus mengembangkan kreativitas agar situasi semacam itu tidak membosankan, bahkan menarik bagi peserta.  Lokasi pendadaran yang layak adalah tidak mengganggu dan terganggu oleh keadaan lingkungan sekitarnya.

  1. GARIS BESAR ACARA PENDADARAN
1.         Acara Pokok
Acara pokok adalah acara yang wajib dilaksanakan dalam pendadaran untuk memenuhi tujuan pendadaran.
Acara pokok dapat dikembangkan dan dimodifikasi sejauh tidak melanggar tujuan yang akan dicapai dari acara pokok tersebut.
Acara pokok terdiri dari 5 (lima) unsur.  Dari 4 (empat) unsur yang pertama dapat dipilih satu atau beberapa alternatif yang sesuai dari masing-masing unsur; sementara unsur yang kelima mutlak wajib dilaksanakan.
Kelima unsur acara pokok itu adalah :

1.1. LATIHAN ROHANI (LATROH)
Acara pokok pendadaran yang bertujuan memantapkan pribadi peserta dalam bidang kerohanian
Acara yang wajib dilaksanakan :
1.        JALAN SALIB
2.        PENDALAMAN IMAN

Alternatif tambahan untuk Latroh ini misalnya :
1.        Doa Rosario bersama
2.        Doa Novena  bersama
3.        Meditasi dan sharing
4.        Ceramah tentang kerohanian
5.        Bibliodrama;
       dan lain-lain.
Latroh dapat disajikan dalam bentuk paket (Latroh I, Latroh II, dan seterusnya), disisipkan dalam berbagai acara, atau dijadikan satu acara mandiri.

1.2. LATIHAN FISIK (LATFIS)
Acara pokok pendadaran yang bertujuan memantapkan fisik peserta, baik dalam kemampuan dasar beladiri maupun kesamaptaan jasmani.
Acara yang wajib dilaksanakan :
1.        PEMANTAPAN MATERI BELADIRI
2.        PEMBAKUAN MATERI BELADIRI
 Alternatif acara tambahan untuk Latfis ini misalnya :
1.        Lari pagi
2.        Long march / marathon
3.        Tarungan pilihan;
       dan lain-lain
Latfis dapat disajikan dalam bentuk paket (Latfis I, Latrfis II, dan seterusnya), disisipkan dalam berbagai acara, atau dijadikan satu acara mandiri.

1.3. LATIHAN ORGANISASI (LATGAN) 
Acara pokok pendadaran yang bertujuan memantapkan atau memberikan kemampuan dasar organisasi bagi peserta.
Acara yang wajib dilaksanakan :
SESSION TENTANG SELUK BELUK THS-THM yang merupakan sajian satuan atau terpadu dari materi : 
1.              Motivasi dan misi
2.              Sejarah dan perkembangan
3.              Struktur dan tata organisasi
4.              Kegiatan / Program rutin
5.              Sistematika latihan
6.              Jenjang dan materi bela diri
Bentuknya seperti ceramah dan tanya jawab biasa.  Agar tidak membosankan dapat diselingi dengan belajar Mars THS-THM, Yel-yel THS-THM atau permainan lain.  Tiap session diusahakan tidak berdekatan. 
Alternatif acara tambahan untuk Latgan ini, misalnya :
1.              Public Speaking
2.              Penyusunan program
3.              Diskusi Kelompok
4.              Ceramah dan diskusi tentang kepemimpinan
5.              Dinamika Kelompok
          dan lain-lain
Latgan dapat disajikan dalam bentuk paket (Latgan I, Latrgan II, dan seterusnya), atau sebagai acara mandiri (tidak disisipkan)

1.4. LATIHAN MENTAL (LATMEN)
Acara Pokok Pendadaran yang bertujuan memantapkan mental peserta agar memiliki dasar pribadi yang kuat.
Acara yang wajib dilaksanakan
1.              SHARING DAN RENUNGAN MOTIVASI THS-THM
2.              LATIHAN WAWASAN KEBANGSAAN
 Alternatif acara tambahan untuk Latmen ini, misalnya :
1.    Pemeriksaan  pribadi Peserta tentang :
     -       disiplin diri
     -       kecintaan terhadap bangsa dan gereja, dan lain-lain
2.    Sosialisasi, Live in, berada langsung dalam peran masyarakat kumuh, ekonomi terbelakang.
3.    Dinamika kelompok dan permainan
4.    Uji mental, Sosiodrama, dan lain-lain

1.5. MALAM REFLEKSI (MR)
Acara Pokok Pendadaran sebagai puncak acara yang bertujuan memberikan kesempatan kepada Peserta merefleksikan diri untuk meninggalkan pribadi lama yang buruk, dalam bentuk Penghayatan 7 Sakramen.  Malam Refleksi diadakan pada malam hari terakhir, atau disajikan setiap malam (MR I, MR II, MR III), dan merupakan acara wajib yang harus dilaksanakan dalam Pendadaran.
Selain tujuan di atas, Malam Refleksi juga bertujuan untuk menghayati kehidupan Iman Katolik dalam Sakramen sebagai perwujudan cinta kasih Alah, dan merefleksikannya terhadap kehidupan sehari-hari.
Malam Refleksi dapat kita kenal dalam organisasi / perkumpulan lain dengan nama “jurit malam”.  Nama “Penghayatan 7 Sakramen” digunakan bila karena situasi tidak memungkinkan, Malam Refleksi tidak diadakan pada malam hari.
Pendadar ditempatkan di Pos-pos yang berjumlah 8 pos.  Adapun nama Pos dan tugas Pendadar di tiap Pos tersebut dapat dilihat uraian berikut ini.

(1)   Pos Pemberangkatan
 Pendadar memberitahukan tugas-tugas yang harus dilaksanakan Peserta, termasuk membagi kelompok / urutan keberangkatan, membagikan lilin sebagai lambang Terang Kristus yang harus dijaga nyala apinya sampai pos terakhir, dan memberitahukan rute perjalanan, serta kode / sandi yang digunakan.  Kemudian Pendadar memberangkatkan Peserta.
Adakalanya, terutama dalam rute model melingkar, Pos Pemberangkatan berfungsi pula sebagai Pos Penerimaan.

(2)   Pos I : Sakramen Permandian / Babtis
 Pendadar di Pos I ini dan juga di Pos-pos berikutnya bertugas :
-      memberikan tugas yang diberikan Pos sebelumnya
-      melakukan dialog tentang kerohanian Katolik sekitar hakikat dan penerapan Sakramen di Pos itu.
-      Memberikan simbolisasi sebagai tanda telah melewati Pos tersebut.
-      Memberi tugas tambahan dan menyalakan lilin bila mati di tengah jalan
-      Melakukan hal-hal lain terhadap Peserta yang telah disepakati dalam Briefing Pendadar.
 Hakikat Sakramen Permandian :
Jalan masuk dan pangkal hidup Kristen, “dilahirkan kembali” dan dijadikan putra-putri Allah; awal kehidupan bersama Allah dan menjadi murid di antara umat Allah.  Roh Kudus datang dan merasuki jiwa serta membawanya ke dalam kesatuan dengan Kristus.  Babtis membuat orang diikutsertakan dalam wafat dan kebangkitan Kristus.   Dengan babtis, jiwa pun dibersihkan dari dosa asal serta dosa yang telah diperbuatnya. 
Simbolisasi Pos I dapat berupa : 
Penyiraman air di atas kepala atau seluruh tubuh Peserta, dan lain-lain.

(3)      Pos II : Sakramen Tobat / Rekonsiliasi
Pendadar di Pos II ini, dan juga di pos-pos berikutnya bertugas seperti pada Pos I.
Hakikat Sakramen Tobat :
Tobat menyangkut penyesalan yang mendalam atas penolakan seseorang akan kasih Allah, serta keinginan mendalam untuk memulihkan kembali hubungannya dengan Allah dan dengan umat beriman.  Pengakuan dosa dilakukan di hadapan Imam yang berwenang, sebagai wakil Allah dan Gereja, yang memberikan absolusi.
Simbolisasi Pos II dapat berupa :
Mengakukan kesalahan-kesalahan yang diperbuat terhadap teman, orang tua, guru, di hadapan teman-teman; mengucapkan janji untuk tidak melakukan kesalahan itu dengan suara lantang dan tegas; mengucapkan doa tobat “saya mengaku’; dan lain-lain.

 (4)  Pos III : Sakramen Ekaristi Kudus
Hakikat Sakramen Ekaristi :
Ekaristi adalah puncak pengungkapan iman gereja.  Dengan Ekaristi, umat merayakan imannya.  Dalam Ekaristi, gereja mengenangkan karya agung Allah (wafat dan kebangkitan Kristus) serta sekaligus Gereja menempatkan diri dalam arus karya keselamatan Allah.  Dalam Ekaristi, Kristus sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur.  Kehadiran nyata Kristus itu menjadi sumber kehidupan Gereja.  Umat berpartisipasi penuh dalam Ekaristi dengan menyambut komuni.
 Simbolisasi Pos III dapat berupa :
Memakan buah alami seperti wortel, ubi, dan lain-lain, atau meminum air sungai yang jernih, dan lain-lain.

(5)   Pos IV : Sakramen Krisma / Penguatan
 Hakikat Sakramen Krisma :
Dengan Krisma orang diangkat dan ditugaskan menjadi saksi Gereja, oleh kekuatan Roh Kudus.  Krisma menjadikan daya ilahi (Roh Kudus) sungguh tampak; serta menggerakkan dan menyanggupkan orang terlibat aktif-penuh dalam tugas-tugas gereja.  Krisma membuat Roh Kudus menjadi tampak sebagai kekuatan Gereja.  Pemberian Krisma menjadi wewenang khusus Uskup.
 Simbolisasi Pos IV dapat berupa :
Pencorengan tanah / lumpur pada wajah atau seluruh tubuh Peserta sebagai lambang keberanian menanggung diri dalam dunia, dan lain-lain.

(6)   Pos V : Sakramen Imamat
Hakikat Sakramen Imamat :
Dengan Sakramen Imamat, orang dilantik dan diangkat untuk memimpin umat sebagai pembantu  Uskup.  Dengan tahbisan, imam termasuk dalam hirarki Gereja.  Dengan Sakramen Imamat, kuasa Roh Kudus dan anugerah istimewa diberikan untuk melaksanakan tugasnya menggembalakan umat.
 
Simbolisasi Pos V dapat berupa :
Pembuatan doa pribadi yang ditujukan pada siapa saja dan didoakan pada Pos terakhir.  Mendoakan imam dan uskup dan para rohaniwan Pos V dan Pos VI seringkali digabungkan.

(7)   Pos VI : Sakramen Perkawinan
 Hakikat Sakramen Perkawinan :
Cinta antara pria dan wanita mencapai perwujudan yang paling luhur dalam sakramen perkawinan.  Dalam upacara suci ini, suami-isteri menyatakan saling mengikat dan menyerahkan diri secara bebas, seutuhnya dan untuk seumur hidup, melalui suatu janji.  Perjanjian kedua mempelai menjadi tanda yang menandakan rahmat.  Yang ditandakan adalah perjanjian antara Kristus dan Gereja-Nya.  Hubungan Kristus-Gereja menjadi model hubungan suami-isteri.  Dan Kristus tinggal secara tetap dalam suami-isteri.
 Simbolisasi Pos VI dapat berupa :
Wawancara pribadi tentang pacar bagi Peserta remaja.  Sharing kehidupan Rumah Tangga bagi Peserta yang berkeluarga, dan lain-lain.

(8)   Pos VII : Sakramen Perminyakan / Pengurapan Orang Sakit
 Hakikat Sakramen Perminyakan :
Gereja, melalui para Imamnya, mendoakan dan mengurapi orang sakit.  Gereja mengajak orang sakit untuk menyatukan diri dengan sengsara dan wafat Kristus; serta mempercayakannya kepada Tuhan yang telah sengsara dan dimuliakan. Sakramen pengurapan memberikan rahmat Roh Kudus.  Berkat Sakramen ini pula, orang memperoleh pengampunan dosa.
Simbolisasi Pos VII dapat berupa :
Penenangan diri dengan berbaring di tengah pemakaman / tanah, berbaring sendiri di dalam ruang tertutup; dan lain-lain.

Di antara dua pos, misalnya Pos III dan IV dapat ditugaskan beberapa Pendadar untuk menyergap dan menguji refleks bela diri Peserta, tanpa menunjukkan identitas atau berdialog.
Di Pos VII atau Pos Penerimaan, dilakukan doa bersama seperti yang sudah dipersiapkan Peserta di Pos V. 
Peninjau sebaiknya menegur Pendadar yang memberikan simbolisasi di luar batas yang wajar atau cenderung bersifat pelecehan baik terhadap Peserta atau Sakramen.

2.         Acara Penunjang
Acara Penunjang adalah acara dalam Pendadaran yang bersifat insidentil, selingan, atau informasi guna menunjang Acara Pokok dan rangkaian Pendadaran secara keseluruhan.

2.1.    Acara Penunjang Wajib :
1.             Doa / Ibadat pagi, sore, atau malam.
2.             Upacara pembukaan dan penutupan.
 2.2.   Acara Penunjang Alternatif :
1.             Rekreasi keakraban
2.             Misa Syukur / Ibadat Sabda
2.3         Acara Penunjang lain yang dapat disajikan dalam aneka bentuk sesuai kreativitas Pendadar sejauh tidak bertentangan atau mengganggu Acara Pokok

  1. TATA TERTIB DAN SANKSI PENDADARAN

1.         Tata Tertib
 1.1.   Tata Tertib Peserta
Tata Tertib bagi Peserta dibuat sesuai situasi Pendadaran dengan mencakup pokok-pokok berikut :
(1)   ketaatan mutlak pada peraturan,
(2)   ketertiban selama Pendadaran,
(3)   keaktifan dalam mengikuti acara, dan
(4)   tata krama terhadap lingkungan.
 1.2.   Tata Tertib Pendadar
Tata Tertib bagi Pendadar dibuat dan disebarkan secara intern dengan mencakup pokok-pokok berikut :
(1)   Kewibawaan,
(2)   pelayanan dan bimbingan terhadap Peserta,
(3)   ketertiban sesama Pendadar,
(4)   ketertiban penggunaan seragam,
(5)   konsekuensi terhadap peraturan yang dibuat, dan
(6)   tata karma


2.      Sanksi
 2.1. Sanksi Bagi Peserta
Sanksi terhadap peserta dibuat dan digunakan sesuai tingkat pelanggarannya.  Sanksi diberikan dengan urutan tingkat pelanggaran terendah sampai tertinggi.  Sanksi berupa :
(1)   hukuman fisik setempat,
(2)   hukuman psikis,
(3)   penugasan,
(4)   penggagalan Pendadaran / pemulangan Peserta, dan
(5)   pengusulan penolakan menjadi anggota THS-THM.
Klasifikasi tingkat pelanggaran disusun sesuai situasi Pendadaran
2.2.   Sanksi Bagi Pendadar
Sanksi terhadap Pendadar dibuat dan digunakan secara intern, kecuali dapat bersifat mendidik bagi Peserta.
Sanksi berupa :
(1)   hukuman fisik setempat
(2)   pembebasan tugas, dan
(3)   pengusulan tindakan tertentu dari Pengurus yang berwenang
Sanksi ditetapkan oleh Ketua Pendadar atau melalui Sidang Tim Pendadar






BAB IV
PENILAIAN DAN EVALUASI PENDADARAN

Pedoman Penilaian Pendadaran dibuat dengan maksud untuk mengukur sejauh mana taraf keberhasilan Peserta dalam Pendadaran ditinjau dari aspek Mental – Spiritual, Fisik, dan Organisasi, serta untuk menunjukkan bukti tertulis keikutsertaan Peserta.
Pedoman yang dibuat ini hanya berupa garis besar, yang tentu dapat dikembangkan dan disesuaikan dengan situasi daerah masing-masing.  Namun demikian, dalam bentuk apapun Penilaian Pendadaran tetap harus dilaksanakan agar Peserta dapat mengetahui seberapa jauh secara kuantitatif keberhasilannya dalam menempuh Pendadaran.
Pada akhir acara Pendadaran, Peserta memberikan Evaluasi Pendadaran, baik ditujukan pada Pendadar / Penyelenggara, Materi Acara, atau Sarana Pendadaran.  Evaluasi berupa Refleksi yang disampaikan secara lisan atau tertulis.  Setelah Peserta memberikan Evaluasi, Pendadar menyimpulkan Evaluasi secara reflektif, dan meluruskan permasalahan yang terjadi akibat sesuatu hal yang terjadi dalam pendadaran.
Refleksi Peserta dalam bentuk tertulis dapat dilihat pada contoh Lembar Refleksi yang terdapat dalam Lampiran.

  1. ASPEK PENILAIAN (Nilai 4 s.d. 9)

1.1  Bidang Mental-Spiritual
1)      Kreativitas
2)      Ketahanan Mental / Keberanian
3)      Semangat dan Antusiasme
4)      Sikap dan Perilaku
5)      Kedisiplinan
6)      Perkembangan Motivasi
7)      Pengetahuan Umum Rohani Katolik
1.2  Bidang Olah Fisik / Kebeladirian
1)      Kesamaptaan Jasmani
2)      Penguasaan Materi Dasar
3)      Refleks Beladiri
4)      Keluwesan dan Keindahan Gerak
1.3  Bidang Organisasi
1)      Pemahaman THS-THM
2)      Public Speaking
3)      Kepemimpinan dan Inisiatif
4)      Tanggung Jawab
5)      Kerja Sama Kelompok

  1. KRITERIA PENILAIAN
2.1  Bidang Mental-Spiritual
1)      Kreativitas
Peserta mampu mengembangkan ide dan imajinasinya, serta menerapkan dalam perilaku
2)      Ketahanan Mental / Keberanian
Peserta berani mengungkapkan pendapat maupun dalam bertindak, dan melaksanakan perintah; atau selalu siap menanggung resiko dan hukuman yang diberikan.
3)      Semangat dan Antusiasme
Peserta bertindak dan bersikap dengan semangat tinggi, penuh perhatian dan kepedulian
4)      Sikap dan Perilaku
Peserta bersikap sopan dan penuh tata krama pada setiap orang serta selalu menjaga ketertiban diri dan suasana Pendadaran
5)      Kedisiplinan
Peserta mentaati setiap peraturan yang berlaku
6)      Perkembangan Motivasi
Dalam Lembar Refleksi, Peserta tampak mengalami perkembangan motivasi dan merasa mendapat nilai tambah dari Pendadaran


7)      Pengetahuan Umum Rohani Katolik
Peserta mampu menjawab pertanyaan yang diajukan sekitar kerohanian Katolik dan mampu menunjukkan pemahaman dengan menjelaskannya dengan baik.

2.2  Bidang Olah Fisik / Kebeladirian
1)      Kesamaptaan Jasmani
Peserta memiliki kondisi dan daya tahan tubuh yang baik
2)      Penguasaan Materi Dasar
Peserta mampu melakukan gerakan dari materi dasar yang telah dipelajari dengan benar dan mantap
3)      Refleks Beladiri
Peserta memiliki refleks gerak serang bela sesuai kaidah beladiri pencak silat dengan baik
4)      Keluwesan dan Keindahan Gerak
Peserta melakukan setiap gerakan dengan ciri pencak silat yang khas, luwes dan indah.

2.3  Bidang Organisasi
1)      Pemahaman THS-THM
Peserta memahami seluk-beluk THS-THM yang didapatkannya selama latihan dari Pelatih
2)      Public Speaking
Peserta mampu berbicara dan mengungkapkan ide di depan umum dengan baik.


3)      Kepemimpinan dan Inisiatif
Peserta mampu memimpin teman-temannya dalam suatu kesempatan yang diberikan oleh Pendadar, atau atas inisiatif sendiri.
4)      Tanggung Jawab
Peserta mampu mempertanggungjawabkan tugas yang dipercayakan atau tindakan yang dilakukannya
5)      Kerja Sama Kelompok
Peserta mampu bekerja sama dalam kelompok dengan baik
Setiap aspek dinilai dengan point huruf A, B, C, D, dan E.  Adapun kriteria penilaian adalah
                        A    =    Memuaskan
                        B    =    Baik
                        C    =    Cukup
                        D    =    Kurang
                        E    =    Gagal / Gugur

  1. PROSES PENILAIAN
Penilaian dilaksanakan secara harian, kecuali beberapa aspek yang dinilai secara insidentil, seperti :
3.1         Perkembangan Motivasi, dinilai melalui Lembar Refleksi
3.2  Pengetahuan Umum Rohani Katolik, dinilai melalui Malam Refleksi
3.3  Penguasaan Materi Dasar, dinilai pada Latfis
3.4  Keluwesan dan Keindahan Gerak, dinilai pada Latfis
3.5  Pemahaman THS-THM, dinilai melalui session tentang THS-THM
Pendadar mengamati dan menilai Peserta setiap hari.  Pada acara terakhir Pendadar mengadakan sidang untuk menentukan keberhasilan Peserta mengikuti Pendadaran

BAB V
PENUTUP

Pendadaran merupakan suatu proses untuk memantapkan calon anggota baru dalam rangka mempersiapkan pribadi mereka menjadi anggota THS-THM yang mampu memenuhi harapan organisasi khususnya dan harapan bangsa dan Gereja Indonesia umumnya.
Organisasi yang baik akan selalu melakukan pembenahan di setiap bidang.  Pembenahan dilaksanakan sedikit demi sedikit secara serentak.  Pembenahan tersebut baru dapat terwujud bila terdapat peran aktif anggota, sikap mental, motivasi, semangat yang baik, serta ketaatan, kedisiplinan para pimpinan organisasi dan seluruh anggota.
Pedoman Tata Laksana Pendadaran ini hanya merupakan salah satu usaha Pembenahan Organisasi.  Maka seluruh Distrik THS-THM sebaiknya menggunakan Pedoman ini dengan konsisten dan penuh kesadaran akan pentingnya pembakuan pelaksanaan Pendadaran.
Akhir kata, karya ini patut kita persembahkan ke hadapan Allah Bapa di Surga, yang bersama Putera-Nya Yesus Kristus dan perlindungan Bunda Maria, dimuliakan sepanjang masa.  Semoga Tuhan yang memulai karya baik ini berkenan menyelesaikannya pula.












BEBERAPA PETUNJUK PRAKTIS

Dalam praktek di lapangan banyak pertanyaan yang muncul dan harus mendapat jawaban yang tegas. Untuk itu kita perlu mengingat beberapa hal pokok yang menjadi acuan sebuah pendadaran:

  1. Pendadaran semacam inisiasi, pemantapan dan sekaligus proses untuk melakukan sebuah pembaharuan. Tapi tentu saja harus diingat bahwa proses ini tidak pernah seketika atau sekali jadi. Belum pernah terjadi seorang yang nakal hanya ikut pendadaran 3 hari besoknya langsung jadi anak baik, namun setidaknya pendadaran dengan sadar kita letakkan sebagai salah satu tonggak dalam pertumbuhan kepribadian, sosial dan iman peserta dan juga pendadar.

  1. Tujuan THS-THM mengajarkan silat sebagai sarana kerasulan, salah satunya, adalah menciptakan orang yang tangkas, trampil dan SEHAT secara jasmani dan rohani. Ini sangat penting untuk diingat karena banyak kasus, peserta malah sakit (atau cedera) sesudah mengikuti pendadaran entah karena perlakuan yang tidak manusiawi maupun karena makanan yang tidak higienis! Atau sesudah pendadaran tidak aktif lagi karena ‘kapok’ akan perlakuan yang ‘keterlaluan’ dan di luar batas kesanggupan peserta.

  1. Menjadi teladan dan pelayan. Prinsip ini banyak ditinggalkan oleh Pendadar yang banyak memposisikan diri sebagai algojo yang mengeksekusi penjahat.

  1. Kendati peserta diminta untuk taat dan patuh selama pendadaran bukan berarti pendadar bersifat sewenang-wenang. Pendadar harus bisa memberikan didikan yang mendidik, cerdas dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akal sehat.

Baiklah kita masuk pada hal-hal praktis yang banyak terjadi di lapangan

  1. Bolehkah pendadar seenaknya memukul / menampar / menendang peserta / calon anggota? TIDAK BOLEH. Bagaimanapun juga kita harus menjaga dan menghormati mereka sebagai manusia yang harus diperlakukan dengan manusiawi—yang telah dipercayakan oleh sekolah atau orang tuanya untuk kita didik. Tidak boleh ada serangan fisik, kecuali dalam proses tarungan/fighting (lihat bagian fighting), itupun dengan banyak persyaratan. Dan model pendidikan macam apa yang kita kembangan yang penuh dengan tamparan, pukulan, dan sejenisnya.

  1. Fighting. Pendadar yang adalah senior HARUS banyak MENGENDALIKAN DIRI dalam fighting, tidak boleh memukul / menendang TERLALU keras pada peserta. Fighting dilakukan dalam posisi peserta siap untuk bertarung, kecuali penyergapan untuk menguji refleks. Bahkan lebih baik jika pukulan tidak lebih berupa ‘tepukan’ tangan atau ‘tempelan’ kaki saja yg dilakukan secara cepat untuk tendangan. Karena pendadar yang pasti lebih lama latihan bukanlah lawan yang seimbang bagi peserta / calon anggota yang baru belajar beberapa bulan. Apalagi jika sampai terjadi kasus patah tulang atau gigi rontok yang dilakukan oleh pendadar, ini merupakan kesalahan berat dan harus mendapat hukuman yang tidak ringan!

  1. Bentakan. Bentakan hanya diperbolehkan dalam suasana dan kasus tertentu, dengan volume dan tekanan yang diatur (tidak terlalu tinggi) dan sesuai dengan acara (harus punya ritme dan skala tekanan ketegangan dalam setiap acara). Sebab pendidikan pribadi dengan bentakan, pukulan dan tendangan sesunguhnya adalah pendidikan yang ‘buruk’ dan menunjukkan kegagalan pendidik; sampai-sampai seorang manusia harus dibentak / dipukul untuk melakukan sesuatu. Bukan berarti tidak tegas. Ketegasan juga dapat dilakukan tanpa mesti banyak membentak, tapi dengan memberi kesadaran dan pengertian pada peserta!

  1. Makanan dan minuman. Hal ini juga penting untuk diperhatikan yaitu prinsip higienitas dan kesehatan. Banyak kasus peserta menjadi pingsan karena dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh/minuman. Atau makanan yang diberikan di atas tanah/lumpur dan peserta diminta memakannya; sebuah perlakuan yang pendadarpun tidak mau memberi contoh! Kita harus selalu bertanya, apakah dengan cara demikian akan membuat peserta menjadi sakit? Sterilkah dari kuman? Sudahkah matang? Apakah peserta perlu banyak makanan (bila perlu minum susu) hingga bisa mengikuti semua acara dengan baik? Atau sengaja kita buat lemah/lapar dengan konsekuensi gerakan fisiknya menjadi tidak maksimal –maka penilaianpun harus adil!.

  1. Keteladanan. Prinsip ini banyak ditinggalkan oleh pendadar yang berubah fungsi menjadi algojo. Pendadaran bukan hanya sebuah proses yang dijalani bagi peserta tapi juga BAGI PENDADARNYA. Maka arti dari melayani, memberi teladan HARUS DIJALANKAN dan dengan jelas ditunjukkan kepada peserta dengan cara misalnya ikut melakukan apa yang diperintahkan, kalau lari (push up) ya ikut lari atau push up...bukan malah bersantai. Bahkan jika pererta mendapat hukuman, hukuman itu dilakukan bersama-sama oleh pendadar dengan perserta. Tidak pernah boleh ada perintah tanpa lebih dulu diberi contoh atau langsung dipimpin oleh pendadar!

  1. Dinamika kelompok. Sangat dianjurkan untuk memperbanyak model dinamika kelompok atau permainan bersama untuk penanaman nilai. Misalnya pentingnya solidaritas atau peduli pada teman dapat diberikan dengan cara memberi minum satu botol aqua pada satu kelompok 10 orang yang sedang kehausan. Tentu saja mereka yang kehausan biasanya egois dan melupakan teman-temannya, hingga yang lain tidak kebagian. Nah dari sini bisa ditanamkan pentingnya nilai kebersamaan, solidaritas, dan lain-lain. Selanjutnya mereka yang menghabiskan minum harus melayani teman-temannya minum hingga puas/cukup setelah itu baru dia boleh minum. Contoh kecil ini menunjukkan proses penanaman nilai tanpa mengabaikan hak asasi manusia dan juga faktor kesehatan!. Atau dengan model permainan (role play) yang banyak dipakai dalam outbond management training untuk membentuk tim, kerjasama, komunikasi, dll. Metode ini lebih bermanfaat, konstruktif, dan menyenangkan bagi peserta serta dapat dipertanggungjawabkan dengan ilmiah ketimbang metode ‘kekerasan’ yang kita cari-cari pembenarannya.

  1. Tata tertib pendadar. Ini juga penting dan banyak terabaikan selama ini. Misalnya menyangkut merokok harus melepas baju seragam, tidak membuat acara sendiri yang menganggu konsentrasi peserta, ribut, tidak displin pada waktu/aturan, keluar masuk lokasi seenaknya, minum-minuman keras, dan lain-lain. Semua pendadar (senior) harus mematuhi peraturan ini!

  1. Penghargaan HAM. Termasuk di dalamnya pelecehan seksual misalnya dengan dengan sengaja menyentuh bagian-bagian tertentu tubuh peserta, ucapan / makian / penyebutan / penamaan yang merendahkan martabatnya sebagai manusia : misalnya ‘anjing’, binatang, ’bangsat’ dan lain-lain. Ataupun segala macam penghinaan yang dapat melukai harga diri peserta pendadaran…

  1. Posisi Pendadar. Pendadar sebaiknya memposisikan dirinya sebagai orang yang bersama-sama dengan peserta lainnya untuk membantu menuju perkembangan pribadi, rohani lebih baik lagi. Bukan sebagai algojo, bukan juga sebagai orang yang serba tahu atau yang sudah / paling baik pribadi / rohaninya. Tapi bersama-sama berproses dan dengan rendah hati melakukan pelayananan dengan penuh kasih tanpa kehilangan ketegasannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar